Monday, July 21, 2014

Tetap Berenergi Saat Berpuasa

Secara alami kapasitas energi selama menjalani puasa akan menurun dibandingkan hari biasa. Agar anda tetap bugar dan berenergi, ada cara efektif yang dapat dilakukan, yakni mengonsumsi lemak rantai sedang (MCT), terutama saat makan sahur. 

Untuk mempertahankan tubuh tetap bugar dan berenergi saat berpuasa, tentu harus diperhatikan asupan makanan dan cairan saat berbuka hingga sampai waktu imsak tiba. Dalam rentang waktu itulah tubuh "berhak" mendapatkan asupan gizi, vitamin, maupun mineral guna mengembalikan stamina sekaligus menabung cadangan energi untuk bekal beraktivitas sepanjang hari.

Masalahnya, seringkali mereka yang sibuk beraktivitas dan harus bekerja ekstra keras dilapangan atau mereka yang bermasalah dengan metabolismenya merasa cepat loyo dan kurang berenergi, meski hari baru beranjak siang. 

Sejatinya pilihan asupan makan yang sehat dan seimbang dapat membuat tubuh tetap berenergi. Namun, hal itu juga tidak menjamin. Karena itu, asupan lemak rantai sedang (MCT), terutama ketika sahur, sangat dianjurkan. 

Lebih Bertenaga

Mengapa MCT? Beberapa penelitian mengungkapkan, lemak rantai sedang (MCT) mampu meningkatkan pengeluaran energi dan menurunkan adiposit (simpanan lemak). 

Penelitian ini melibatkan 24 orang sehat dengan aktivitas kerja harian yang beragam. Mereka mengonsumsi MCT selama 28 hari secara acak dan terkontrol. 

Hasilnya, mereka yang mengonsumsi MCT mendapat energi lebih, meski dengan beban aktivitas cukup padat, seperti bekerja di luar ruangan, selalu beraktivitas fisik dan tidak banyak duduk di belakang meja dengan waktu istirahat selama satu jam. 

Sebelumnya, sebuah penelitian yang dipublikasikan di Journal of Nutrition menyebutkan kesimpulan yang sama. Dilaporkan bahwa MCT lebih siap teroksidasi di dalam lever, sehingga memungkinkan tubuh tetap berenergi meski seseorang harus beraktivitas dengan asupan relatif minimal sekalipun. Hasil penelitian inilah yang dapat dianalogikan dengan tubuh mereka yang berpuasa. 

Dari penelitian tersebut juga dapat dijadikan gambaran MCT relatif jauh lebih aman dan efektif dibandingkan dengan konsusi suplemen berenergi lain yang hanya efektif bekerja dalam waktu yang lebih singkat. Belum lagi efek kafein yang tentu kurang baik bagi mereka yang sedang berpuasa.

Tanpa Loyo 
Mengapa disarankan menambahkan asupan MCT saat makan sahur? ibarat bahan bakar mobil, MCT termasuk bahan bakar beroktan tinggi. Mobil yang menggunakan bahan bakar dengan kadar oktan tinggi akan berjalan lebih mulus dan mampu mencapai jarak tempuh yang lebih jauh, dengan daya tahan yang lebih baik. 

Asumsi itulah yang menjadikan MCT sangat tepat dikonsumsi ketika makan sahur. Agar selama beraktivitas sepanjang hari dari mulai imsak hingga bedug magrib, tubuh tetap berenergi, tanpa khawatir dibayangi rasa lelah dan loyo karena kehabisan pasokan energi selama menunaikan ibadah puasa. 

Ditegaskan dari beberapa penelitian, secara alami MCT dipercaya mampu memberikan peningkatan energi level metabolik, dan kinerja aktivitas sepanjang hari. Hal itu terjadi karena adanya mekanisme peningkatan level metabolik, yang membuat sel-sel tubuh berfungsi pada tingkat efisiensi yang lebih tinggi.

MCT juga dihidrolisis dengan lebih cepat dan sempurna dalam sistem pencernaan. Dengan begitu, MCT akan lebih mudah masuk ke sistem peredaran darah untuk diangkut ke dalam hati dan dibakar menjadi energi. 

Energi yang diperoleh dapat digunakan untuk memperkuat fungsi-fungsi metabolik seperti pembentukan sel, serta mengaktifkan fungsi kelenjar endokrin dan fungsi organ tubuh. Kesemua hal itu merupakan proses vital guna menunjang aktivitas fisik seseorang. 

Cukup Istirahat
Selain asupan MCT rutin setiap hari selama bulan Ramadan agar tetap berenergi selama menjalani aktivitas harian, sebaiknya Anda juga memberikan perhatian sekaligus waktu yang cukup bagi tubuh untuk istirahat. Pasalnya, selain otak dan organ gerak tubuh sebagai kunci utama saat beraktivitas, sistem metabolisme secara menyeluruh juga sangat dipengaruhi oleh kualitas istirahat seseorang. 

Idealnya selama menjalani puasa waktu istirahat minimal 6 hingga 7 jam perhari. Meski terpotong waktu sahur, sangatlah bijak jika anda tetap berkomitmen sekaligus mengatur dengan baik jadwal tidur, terutama di saat malam hari. 

Waktu istirahat cukup, pilihan makanan sehat berimbang serta asupan MCT ketika sahur akan menjadikan anda tetap berenergi di tengah aktivitas serta kesibukan sepanjang hari selama bulan puasa ini. 


Thursday, July 3, 2014

Ejakulasi Dini Tak Berarti Mandul

Kegelisahan istri berusia 35 tahun ini lengkap sudah. Selain tak kunjung hamil karena suami mengalami gangguan sperma, ia juga sulit organsme karena suaminya ejakulasi dini. Adakah kaitan antara ejakulasi dini, organsme, kesuburan, dan kehamilan? Tinggalkan informasi yang keliru!

"Saya berumur 35, suami 40 tahun. Kami sudah lima tahun menikah, tapi belum dikaruniai anak karena suami ejakulasi dini. Suami sudah periksa sperma, hasilnya tidak subur. Tertulis oligoasthenoteratozoospernia.Suami sudah diberi obat, tapi hasilnya belum ada dan spermanya tetap cepat keluar. Saya sangat jarang bisa puas saat berhubungan seks. 
Yang mau saya tanyakan, apa arti sperma seperti diatas? Mengapa saya belum juga hamil? Apa mungkin saya bisa hamil kalau suami masih tetap ejakulasi dini? Apa mungkin saya bisa hamil kalau jarang mencapai orgasme? bagaimana caranya agar saya bisa lebih sering merasakan organsme dan juga agar bisa hamil?"

Perlu Periksa Fisik
Agar terjadi kehamilan, kesuburan suami dan istri harus baik. Selain itu, tidak ada gangguan pada organ reproduksi, sehingga sel spermatozoa dapat membuahi sel telur, kemudian tertanam di dalam rahim. 

Kalau proses pembuahan tidak terjadi atau kalau proses tertanamnya hasil pembuahan di dalam rahim terganggu, kehamilan juga tidak terjadi. Kehamilan hanya terjadi kalau hubungan seksual dilakukan saat subur istri, yang terjadi sekali dalam kurang lebih sebulan. 

Dari  pemeriksaan sperma suami diketahui jumlah sel spermatozoa, gerakan, dan bentuknya tidak normal. Karena itu, kehamilan terhambat. Sayang, anda tidak mencantumkan seberapa jauh terganggunya jumlah sel spermatozoa, persentase gerakan normalnya, dan beberapa persen yang berbentuk normal.

Tentu perlu diketahui lebih jauh apa penyebab gangguan sperma itu. Diperlukan pemeriksaan fisik yang benar terhadap suami. Tanpa pemeriksaan fisik tidak mungkin diketahui apa penyebab gangguan kesuburan. Boleh jadi ketidak berhasilan pengobatan karena penyebabnya tidak diatasi. Jadi pengobatan yang telah diterima perlu dievaluasi dokter anda. apakah sudah benar atau tidak. 

Informasi salah 
Mengenai ejakulasi dini, seberanrnya tidak ada kaitan dengan hambatan kelamin, kecuali tergolong berat. Ejakulasi dini berat berarti sudah terjadi sebelum penis masuk kedalam vagina. 
Kalau suami anda mengalami ejakulasi dini berat, wajar bila kehamilan terhambat. Sebaliknya, kalau ejakulasi  dini termasuk ringan atau sedang, yaitu sperma masih dapat masuk ke vagina, tidak akan menghambat terjadinya kehamilan. 
Dalam masyarakat memang masih beredar informasi salah bahwa pria yang ejakulasi dini berarti tidak subur dan tidak mampu menghamili. Padahal, tidak ada hubungan antara ejakulasi dini(asal bukan yang berat) dengan terhambatnya kehamilan. Dengan kata lain, ejakulasi dini bukan indikator pria mengalami gangguan kesuburan. 
Kalau anda mengalami hambatan organsme, itu jelas disebabkan suami mengalami ejakulasi dini. Karena itu, suami harus mendapat pengobatan ejakulasi dini. Diharapkan anda bisa lebih lama melakukan hubungan seksual, sehingga terjadi organsme. 
Yang perlu ditekankan, tidak ada pengaruh antara tidak terjadinya organsme dengan tidak terjadinya kehamilan. Jadi kalau kesuburan suami dan anda baik, kehamilan dapat terjadi walaupun anda tidak organsme. Sebaliknya, meski anda selalu organsme, bila kesuburan suami terganggu, kehamilan pasti terhambat. 
Sekali lagi, ejakulasi dini bukan berarti tidak subur. Ejakulasi dapat diatasi dengan baik, sehingga mampu mengontrol ejakulasi dan kehidupan seksual menjadi lebih baik. Dipihak lain, gangguan kesuburan pria juga dapat diatasi, tergantung penyebabnya dan sejauh mana terjadinya kerusakan organ reproduksi.