Dahulu para ahli menduga tidak ada hubungan jelas antara perilaku dan jiwa manusia dengan otak, hingga terjadi kecelakaan yang menimpa pria bernama Phineas Cage di masa Wild West tahun 1848 di Amerika Serikat. Dalam pembangunan rel kereta api, Gage mengalami kecelakaan. Sebatang besi menusuk ke pipi kiri , melintas otak dibelakang mata dan keluar dari batok kepalanya. Hebatnya, ia tetap hidup normal.
Namun, kecelakaan memberi perubahan besar dalam dirinya. Gage yang semula sabar, energik, dan cerdas, berubah menjadi kasar, berangasan, dan pemarah. Meski punya banyak rencana, ia tak bisa melaksanakannya. Otak Gage belakangan dipindai oleh Dr. Antonio Damasio.
Dari pemindaian itu disimpulkan bahwa terdapat kerusakan pada korteks protrontal, bagian otak paling depan, tepat di belakang dahi. Semua pasien yang menderita keruskanan di bagian otak itu mengalami perubahan pribadi yang mengenaskan. Menjadi kasar, tumpul perasaan, gagal dalam hubungan interpersonal dan tak bisa merencanakan masa depan. Ternyata jiwa dan perilaku kita ditentukan oleh otak,"papar Prof. Dr. Jalaludin Rakhmat, MSc, pakar pendidikan dan komunikasi, saat berbicara di acara Pfizer Press Circle di Wisma GKBI, Jakarata.
Prof. Jalal membenarkan bahwa benturan dan kecelakaan bisa mengubah kepribadian seseorang. " Bahkan tidak mustahil bahwa seorang yang tadinya punya kecerdasan biasa-biasa saja bisa menjadi cerdas setelah kecelakaan. Tentu saja kita tidak bisa berspekulasi dengan membenturkan kepala. lebih baik kita menjaga kepala," ujarnya.
Ia kemudian meluruskan soal mitos bahwa kecerdasan adalah sesuatu yang diturunkan. "Ada penelitian di AS tentang keturunan orang idiot yang dibesarkan oleh para psikolog. Ternyata pengasuhan oleh psikolog berhasil mendongkrak IQ anak-anak itu di atas rata-rata kecerdasan orang AS, menjadi 140-150. Pola asuh atau nurture mengalahkan nature" katanya.
No comments:
Post a Comment